Feature Article, GADIS Magazine, Interview

Iko Uwais: Action Addict!

Menjadi pemeran utama film Indonesia yang paling ditunggu-tunggu di tahun 2012 sama sekali nggak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Iko Uwais. Menyusul kesuksesan Merantau (2009), bulan Maret nanti, film kedua Iko, The Raid (Serbuan Maut) akan ditayangkan serentak di seluruh dunia. Bagaimana ya, perasaan cowok asli Betawi yang mendadak go international ini?

GADIS (G): Hai, Iko! Bagaimana sih, proses terpilihnya Iko untuk memerankan tokoh utama di The Raid?

Iko Uwais (IU) : Sebenarnya sih, The Raid ini tim produksinya sama dengan Merantau. Sutradaranya pun sama, Gareth Evans. Beliau memberi saya kepercayaan lagi untuk main di proyek film terbarunya. Karena sudah pernah kerjasama dengan beliau sebelumnya, saya langsung setuju.

G: Oh begitu.. Peran Iko di The Raid sebagai siapa? Apa bedanya peran ini dengan peran sebelumnya di Merantau?

IU: Saya berperan sebagai Rama. Rama itu anggota pasukan khusus yang belum pernah terjun ke dunia perang. Pokoknya masih anak baru bangetlah. Nah, si Rama ini diberikan kepercayaan oleh Sersan Jaka, yang dibintangi Joe Taslim, untuk ikut operasi penyerbuan ke gedung berbahaya yang belum pernah didatangi oleh aparat sebelumnya. Saking bahayanya gedung ini, orang yang bisa masuk belum tentu bisa keluar.

G: Wah! Seram banget! Berarti film ini lebih menegangkan dari Merantau, ya?

IU: Yup, bisa 10-15 kali lebih menegangkan dan menyeramkan. Adegan aksinya lebih banyak dan lebih agresif.

G: Lalu sebelum syuting The Raid ada persiapan-persiapan khusus nggak?

IU: Pastinya ada. Sebelum mulai syuting, selama 3 bulan saya dan Pak Yayan, koreografer silat, membuat koreografi gerakan-gerakan aksi yang akan ditampilkan di film. Saya dan Pak Yayan beda perguruan silat jadi kami banyak mengkombinasikan gerakan-gerakan yang kami pelajari di perguruan masing-masing. Setelah koreografi selesai, selama 2 bulan saya dan pemain lain di karantina di boot camp Komando Pasukan Katak (Kopaska) untuk observasi dan adaptasi langsung kehidupan aparat. Disitu kami belajar banyak, mulai dari cara memegang senjata sampai teknik-teknik penyerbuan, semuanya kami praktekan. Pokoknya harus sesuai sama prosedur yang sebenarnya.

G: Wah, latihannya pasti melelahkan sekali, ya?

IU: Begitulah, setiap hari kami cuma tidur 1-2 jam. Selebihnya kami latihan terus sampai gerakannya sempurna.

G: Sebenarnya, lebih susah menghapal gerakan silat atau menghapal naskah, sih?

IU: Wah, problem besar saya saat bermain film itu justru saat akting untuk adegan drama. Hehehe. Kalau adegan fighting, selain sudah terbiasa, saya juga lebih bebas melakukannya. Nah, kalau adegan yang dramatis itu pe-er banget buat saya, butuh pemanasan ekstra. Hehe.

G: Selama melakukan adegan aksi, sempat cedera nggak?

IU: Wah, sering. Apalagi saya nggak pernah pakai stunt. Kayaknya hampir semua bagian tubuh saya pernah cedera. Kadang ada yang sembuhnya cepat, ada juga yang sembuhnya lama. Yang paling parah waktu saya cedera karena melakukan adegan berkelahi dengan orang dari perguruan Tarung Derajat. Tulang lututku bergeser, akibatnya saya nggak bisa berdiri selama 3 minggu.

G: Kalau boleh tahu, apa adegan favorit Iko di The Raid?

IU: Pastinya adegan berkelahi. Hehe. Karena saya lebih percaya diri melakukan adegan-adegan itu. Tapi adegan berkelahi kadang-kadang susah juga, karena di film ini saya harus pakai kostum rompi khusus yang berat banget. Hampir di setiap kantongnya ada senjata, peluru dan peralatan perang lain.

G: Ini kedua kalinya Iko bekerjasama dengan Gareth Evans. Menurut Iko, Gareth itu orangnya bagaimana, sih? Beda nggak cara beliau menyutradarai The Raid dengan Merantau?

IU: Menurut saya, Gareth itu nggak cuma sekedar sutradara, tapi juga seperti kakak sendiri. Orangnya asyik, bukan tipe sutradara yang kaku atau galak. Cara penyutradaraannya sih, nggak berbeda dengan Merantau. Tapi karena sekarang kami sudah lebih saling mengenal, jadi syutingnya sedikit lebih santai. Hehe.

G: Oh ya, The Raid kan, berhasil memenangkan banyak penghargaan internasional sampai akhirnya dibeli oleh Sony Pictures. Sebelumnya Iko menyangka nggak film ini akan sesukses itu?

IU: Sama sekali nggak nyangka! Saya juga kaget waktu Gareth memberitahu saya semua itu. Alhamdulillah banget.

G: Setelah selama ini main film aksi terus, Iko ingin mencoba peran lain nggak suatu saat nanti?

IU: Mau banget. Tapi saya masih harus banyak banget belajar, apalagi untuk genre drama. Hehehe.

G: Hobinya Iko apa, sih? Di waktu senggang setelah syuting biasanya Iko ngapain?

IU: Main bola. Saya sudah hobi main bola sejak kecil. Waktu SD dulu, saya main bola setiap sore dan malamnya lanjut latihan silat. Malah seandainya nggak jadi aktor, saya ingin jadi pemain bola.

Fakta The Raid

  • Bangunan tua yang menjadi lokasi syuting utama The Raid terletak di daerah Kwitang.
  • Waktu rilis The Raid diundur dari bulan Januari 2012 ke Maret 2012 karena ingin dirilis serentak di seluruh dunia.
  • Hak produksi The Raid sudah dibeli Sony Pictures dan tahun depan filmnya dikemas ulang oleh Hollywood. Para pemerannya adalah aktor-aktor Hollywood.
  • Iko Uwais sudah didaulat menjadi koreografer gerakan silat untuk remake The Raid.
  • Awal kesuksesan The Raid adalah ketika terpilih menjadi film pembuka Midnight Madness di Festival Film Toronto.
  • Setelah semua urusan promo The Raid selesai, Iko Uwais akan syuting film Berandal yang merupakan sekuel dari The Raid.

Tulisan ini diterbitkan di Majalah GADIS Edisi 06 tahun 2012

Featured in GADIS Magazine 06/2012

By Mayseeta